Penggunaan Uang Elektronik Berbasis Server.
Mengenal lebih dalam mengenai Uang Elektronik yang kita pakai sehari — hari.
Menurut definisi dari website Bank Indonesia, uang elektronik didefinisikan sebagai alat pembayaran dalam bentuk elektronik dimana nilai uangnya disimpan dalam media elektronik tertentu. Penggunanya harus menyetorkan uangnya terlebih dahulu kepada penerbit dan disimpan dalam media elektronik sebelum menggunakannya untuk keperluan bertransaksi. Ketika digunakan, nilai uang elektronik yang tersimpan dalam media elektronik akan berkurang sebesar nilai transaksi dan setelahnya dapat mengisi kembali (top-up). Media elektronik untuk menyimpan nilai uang elektronik dapat berbasis chip atau server.
Pada kesempatan kali ini, saya akan memfokuskan pembahasan pada penggunaan uang elektronik berbasis server.
Kelebihan
Praktis, aman, nyaman. tiga kata tersebut secara spontan ada dikepala saya saat mendengar pertanyaan “apa sih kelebihan dari penggunaan uang elektronik berbasis server?”
Praktis, salah satunya adalah kita sebagai pengguna tidak perlu membawa uang cash setiap ingin melakuan pembelian, bagi penjual / merchant tidak perlu repot untuk menyiapkan uang recehan untuk kembalian sementara bagi kita sebagai pembeli tidak perlu pula menunggu uang kembalian dari penjual, memasukkan uang recehan kembalian tadi ke dompet atau saku setiap kali selesai melakukan pembelian.
Aman, kita sebagai pengguna tidak perlu lagi khawatir jika uang cash yang kita bawa itu hilang, atau mungkin dicuri orang jahat. Karena uang kita secara digital dikelola dengan aman oleh penyelenggara uang elektronik yang kita pakai, ditambah pula untuk verifikasinya sendiri hanya kita sebagai pengguna yang tahu.
Nyaman, bagi saya pengunaan uang elektronik jelas lebih nyaman jika dibandingkan dengan uang cash, selain karena praktis dan aman, kenyamanannya juga didukung oleh history transaksi baik itu uang masuk maupun uang keluar tersimpan dengan rapih di aplikasi uang elektronik yang kita gunakan, dapat kita akses kapanpun kita mau, jadi sangat berguna bagi kita yang memang ingin memantau penggunaan uang kita.
Sejak 2009 sampai tulisan ini dibuat jika saya cek di website Bank Indonesia, sudah ada sekitar 60 lebih perusahaan yang sudah mendapatkan izin dari BI sebagai penerbit uang elektronik, dimana memang kebanyakan berbasis server dibandingkan berbasis chip.
Saya sendiri sudah menjadi pengguna uang elektronik sejak 2013, dimana saat itu memang masih sedikit pemain di industri uang elektronik dan merchantnya pun juga belum se-massive sekarang, dimana sekarang tidak hanya merchant online yang dapat menerima pembayaran melalui uang elektronik, namun merchant offline pun berlomba-lomba untuk dapat menerima pembayaran menggunakan uang elektronik, ditambah sejak adanya QRIS, penggunaan uang elektronik semakin terus meningkat.
Jika berbicara uang elektronik apa yang saya gunakan pertama kali, DOKUWallet (saat itu masih bernama DOKUPay) adalah yang uang elektronik berbasis server yang pertama saya gunakan, namun beberapa tahun belakangan ini yang paling sering saya gunakan adalah ShopeePay, OVO, GoPay dan DANA, karena memang keempat pemain ini sampai saat ini masih memberikan promo-promo yang menarik bagi penggunanya. Setiap bulan setelah gajian pasti saya top-up ke salah satu atau lebih dari uang elektronik tersebut dengan bersumber tentunya dari bank yang saya gunakan, hal tersebut rutin saya lakukan demi mendukung kebutuhan sehari-hari saya setiap bulannya, mulai dari pembelian token listrik, pulsa, transportasi, sampai food delivery.
Kelemahan
Terlepas dari kelebihan dan dampak positif yang sudah saya jabarkan diatas, Uang elektronik tidak terlepas dari beberapa kekurangan.
Karena uang elektronik yang kita gunakan berbasis server dan hanya dapat digunakan di smartphone, penggunaan uang elektronik sangat bergantung pada daya baterai smartphone, dimana hanya bisa digunakan saat smartphone dalam kondisi menyala dan mendapatkan sinyal internet saja. Jadi, jika baterai ponsel habis atau tidak mendapatkan akses ke internet, maka kita tidak bisa menggunakan segala fasilitas dari uang elektronik.
Kekurangan lain dari uang elektronik adalah adanya batas saldo yang diterapkan, untuk user non-KYC (belum ter-daftar) hanya dapat menampung maksimal Rp 2 juta, dan untuk user KYC (user terdaftar) dibatasi hanya sampai Rp10 juta saja, dimana hal tersebut tidak memungkinkan kita sebagai pengguna untuk melakukan transaksi melebihi dari jumlah tersebut.
Selain itu, Kita juga tidak bisa melakukan transaksi di seluruh merchant karena terbatas pada merchant yang sudah diajak bekerja sama saja. Jadi, jika merchant tersebut tidak bekerja sama dengan uang elektronik, maka Kita harus tetap membayarnya dengan cara lain yaitu dengan cash.
Peran ALTO Network sebagai Penyedia Infrastrukur Pembayaran.
Uang elektronik tentunya tidak bisa terlepas dari Bank sebagai sumber dana yang dapat digunakan oleh pengguna untuk melakukan Top up, walau memang di beberapa pemain uang elektronik dapat pula menerima top up melalui gerai retail seperti Indomaret, Alfamart dan sebagainya, namun top up uang elektronik melalui bank masih mejadi yang terbesar penggunaanya.
ALTO Network sebagai perusahaan Penyedia Infrastructure Pembayaran tentunya juga memiliki peran dalam keberlangsungan ekosistem uang elektronik berbasis server, dimana ALTO Network sebagai perusahaan Penyedia Infrastructure Pembayaran memungkinkan pengguna uang elektronik dapat melakukan top up melalui metode transfer antar bank.
Switching adalah sistem elektronik yang dipakai untuk menghubungkan jalur komunikasi, dimana pada industri sistem pembayaran, switching services berfungsi menghubungkan sistem pemrosesan data transaksi antar bank. Setiap bank memerlukan sistem penghubung tersendiri untuk dapat meneruskan data transaksi nasabahnya ke bank lain, sehingga inilah mengapa kita sebagai pengguna dapat melakukan transaksi atau transfer ke bank yang berbeda, dan dapat melakukan top up uang elektronik melalui metode transfer antara bank.