THE FINANCIAL TOXICITY
Financial toxic itu sebelas dua belas sama toxic relationship, maksudnya adalah sesuatu yang sama-sama dibangun untuk kebaikan, tetapi ketika dijalanin malah bikin sengsara, dan terkadang orang yang menjalani itu tidak sadar kalau apa yang mereka kerjakan itu sudah masuk ke ranah toxic.
Sebelumnya kita mau menjelaskan dulu kalo istilah “financial” disini kita arahkan ke financial planning & managing. Financial planning & managing ini bisa apply di berbagai occasion ya, mulai dari “saldo OVO berapa, siang pesen makan apa” sampai ke “punya uang xxx mau dipake buat biaya nikah xxx, terus mau buat beli rumah xxx dengan KPR xxx dengan bunga floating xx% abis itu sisanya mau dipake invest di xxx dengan return rate xxx”.
Nah, balik ke Financial Toxicity, kenapa disebut Toxic, karena sering kali, sadar atau tanpa sadar kita sering bandingin diri kita sendiri sama orang lain. Di umur yang sama temen-temen kita sudah pada beli rumah, atau sudah jalan-jalan ke 10 negara, atau sudah bisa membantu keuangan orang tua. Misal dibandingin diri sendiri, kok masih gini-gini aja, masih ngekos, tidak punya asset, belom kekumpul biaya nikah.
Dimulai dari situ kita merasa tidak berguna, merasa tidak berdaya, merasa bodoh dan kita jadi memaksakan kondisi kita itu HARUS bisa mengejar temen-temen atau orang yang kita jadikan patokan dengan berbagai cara. Misal, kalo temen-temen kita lebih tajir dan pake barang-barang branded kalo ngumpul, kita maksa gimanapun caranya kita mesti beli itu barang yang selevel itu ataupun lebih mahal! Walaupun itu menganggu cashflow bulanan atau dana darurat yang udah susah payah dikumpulin. Atau misal kita mentargetkan, kita mesti udah punya uang untuk beli rumah sebelum 30, kita mati-matian nahan laper ga beli makan atau even worse misal ngga beramal atau kasi bantuan ke keluarga yang butuh.
Pengaruh dari Financial Toxcity
Dampaknya dari Financial toxic itu apa? Dampaknya sebelas dua belas sama toxic relationship, apa yang kita usahakan untuk kebahagiaan/ kesenangan, malah menjadi sebuah kontra, tidak mendapatkan sebuah kesenangan tetapi malah mendatangkan stress. Hubungan kita sama orang lain bisa jadi terganggu dengan kita memaksakan kondisi keuangan kita sendiri dengan dipaksa harus sama dengan orang lain. Dan yang sering terlupakan, hubungan kita sama diri sendiri yang terganggu. Kita jadi benci diri sendiri, menyiksa diri sendiri dengan segala daya upaya untuk mencapai “target” yang kita mau, seperti kalau kita sedang diet, tiba — tiba diajak makan nasi padang sama temen-temen, terus digoda-goda, dibilang gapapa-gapapa sekali kali aja, terus gatahan, terus makan terus udahnya begah dan nyesel seharian.
Kita itu seringkali ga sadar dengan ini. Kita itu sering terjebak dalam pikiran kita sendiri dengan segala persiapan, perencanaan, penganggaran dan budgeting, mau dibelikan apa, uang kita masuk sumber nya dari mana aja, yang kadang-kadang tanpa kita sadari, “buat apa sih kita lakuin semua ini?”, biar hepi loh, biar kita merasa aman loh, biar kita bisa bantuin keluarga yang kita sayangi loh dan alasan alasan lain yang mengawali kenapa kita lakuin ini semua.
Dan parahnya lagi, yang bisa identifikasi kalau kita lagi financial toxicity itu ya dari diri kita sendiri, karena namanya keuangan itu biasanya private, kita akan enggan banget untuk membicarakan keuangan kita ke orang lain.
Tanda — Tanda Financial Toxicity
Tanda tanda dari financial toxicity ini sama seperti toxic relationship, atau toxic working environment. Yes, kadang apa yang kita tuju tercapai, tapi setelah kita melakukannya berhasil maupun tidak berhasil, tidak ada rasa achievement, “yes udah berhasil” yang ada hanya burn-out, capek, stress, ketika semuanya udah mencapai yang udah kita mau, yang dipikiran kita malah “akhirnya semua ini selesai”.
Cara menghindarinya itu simple dikatakan sulit dilakukan.
Pertama adalah self-love. Kita harus mulai peduli terhadap diri sendiri, dengan sadar bahwa setiap orang itu tidak lahir dalam kondisi keuangan yang sama. Ada orang yang punya hak istimewa yang lahir dari keluarga yang cukup mampu, ada juga orang yang beruntung, sering menang hadiah undian, dan itu tidak ada di setiap orang, termasuk kita. Kita mesti tau bagaimana kondisi keuangan kita sendiri gimana. Apa yang bisa kita lakukan, apa kondisi yang harus kita terima, bagaimana kondisi sekitar kita yang gabisa kita paksain.
Put your foot in other’s shoes itu bagus, tapi kalo sepatunya tidak cocok di kaki dan bikin kaki kita sakit sebaiknya dilepas saja.
Kedua, mau tidak mau kita harus tambah wawasan, jangan hanya menelan bulat — bulat informasi yang kita lihat atau dengara di sosial media ada orang terkenal atau finance consultant bilang harus melakukan ini dan itu, tanpa diproses terlebih dahulu. Kalau memang itu bener adanya, semua orang di dunia sudah pasti kaya raya dan tidak ada lagi kemiskinan di muka bumi. Kita mesti inget. Apa yang orang tidak akan post ke sosial media mereka tentang sisi negatif mereka, mereka akan post kesuksesan mereka saja.
Jadi, buat kalian yang masih insecure liat feed Instagram orang-orang yang post barang mahal atau liburan mewah, mungkin aja kalian lagi ngalamin financial toxicity.